13 June 2007

BURU (di pulau)

dindaku sayang

mari mengasah pisau

yang kita pakai untuk memotong

kayu

dan menghaluskannya untuk membuat

leher gitar

yang akan menemani

kita melewatkan malam di pulau bernyamuk

berular

bergelap tidak perpenghuni


kampung bekedap


mari kita lebih mendekatkan diri

ketika seharian lelah

menyiksa

tetesan keringat

mengucur

perut melilit

tekanan menerkam ulu hati

perintah-perintah orang berlars panjang

mengambil barang sesuka hati

dari setiap tetes keringat bercampur darah

kita

yang menyemainya di terik

panas siang

di ubun-ubun tengah hari


biar denting tali senar

dari kawat baja kabel-kabel sisa,

triplek bekas, kayu-kayu sisa,

krep-krep baja patah

patah menjadi wujud

percintaan kita

yang mengalirkan petikan

dentingan

genjrengan

alunan menggema dari rongga hawa membelah malam

menyuarakan kegalauan

kita

terdengar sampai jakarta

dan

new york


kau memang

sayangku

yang telah menyusul

dan menemaniku

memberi nafas

dan bercinta

bersama di pulau ini

menghitung hari

merangkai sajak pembelejetan hak-

hak hidup manusia

pki.


kemaluanku dipotong

ditempelkan di telinga

menggantikan alat pendengaran

yang saban hari dipopor bedil

angkatan darat

hingga untuk mendengar

orang bertanya

tentang bumi manusiaku

harus kusuruh

mereka berteriak

memakai pengeras suara

APAAAAAAAAAAA???????!!!!!!!!!!!!



Yonathan Rahardjo/ Perbatasan Jakarta-Depok, 30 September 2003

Buku Antologi Tragedi Kemanusiaan 1965

No comments: