Kemarin ia naik kereta listrik seperti biasa..
dari Jakarta ke Bogor
Ditinggalkannya rumahnya di bawah stasiun Gondangdia
dengan merangkak
karena ia tak lagi punya kaki..
Putus terlindas saat menyeberang rel kereta perkasa
saat ia mau memungut gelas plastik aqua,
Dan dimasukkannya ke dalam karung goni di punggungnya..
Untuk dijual sekilonya dua ribu lima ratus lima puluh perak
Tadi ia naik kereta listrik
dari Jakarta ke Bogor..
Tangannya menggapai tangga tempat penumpang dari segala otot dan keringat
menginjak-injak dan menetesi lantai besi tempatnya merangkak,
tangannya yang hitam jarang disabun tetap bertahan mencengkeram
gelas plastik yang telah peyok..
agar tetap bisa dipakainya menengadah
pada tante berlipstik merah menyala berambut keriting berbando kuning..
pada gadis berkaos ketat 'you can see my centre'
pada si kacamata Ketua PRD yang terpaksa nyaman menekuk punggung kayak ayam tetelo
mendengkur membebaskan diri dari desak dempetan penumpang
yang mengklaim kereta adalah Mercedes benz-nya yang
SSSSSSSSSS
Sangat Sempit Sekali Sampai-Sampai Santai Sekaki Saja Sulit Sekali
Baru saja..
Ia, si perjaka kumis jarang buntung kaki memeringiskan gigi kuning bercak coklatnya..
Sambil berteriak serak dinyaring-nyaringkan..
SEMOGA BAPAK DAN IBU SEMUA SELAMAT SAMPAI TUJUAN!
Dan..Krincing! Di gelas plastik aquanya sudah ada satu keping 'cepekan', uang seratusan, setiap dua puluh penumpang..
Sedetik lalu.. baru ia menyadari..
Ia tak pernah menghitung.. berapa kali ia bisa sampai Bogor setiap hari,
Padahal rumahnya di Gondangdia, kekasihnya Cikini
baru terlintas di benaknya pertanyaan..
berapa kali ia pergi pulang Bogor-Kota dengan plastik aqua
di jemari tangannya yang kian kusut disapu panas Jakarta,
panas kereta,
panas keringat,
dan kentut penumpang
Yang selalu dihitung hanya..
Yang bisa didengarnya..
Krincing!
Agar ia bisa kembali lagi ke Gondangdia..
Di lorong, di bawah jalur kereta rel listrik,
JakartaKota-Bogor
Setelah membeli lontong berbalut daun pisang
Di stasiun tempanya mengampil nafas…… panjang.
Yonathan Rahardjo/ Jakarta, 16 Juni 2000
Kabar Bumi Edisi 22/Mei-Juli 2001
No comments:
Post a Comment