sunyi pagi menjerat kami
tak tahu kedatanganmu seperti pencuri
merampas nyawa kami yang kini berharga murah
menggodam tubuh kami yang masih punya darah
membanjirkan sgala upaya menjadi uap nyawa
berbalutkan darah-darah pergi
meninggalkan tangis yang menjadi
ciri
keseharian kami
dalam putus asa
tiada rumah tinggal,
karna smua tlah kau remuk
tiada tempat mengais nasi
sbab smua tlah kau rampas
tiada sanak saudara
sbab smua tlah kamu bunuh
dengan dingin,
tanpa mata berkedip
jantung kami pun ambrol
kamu betot
ketika di utara merapi sedang mengamuk dan memuntahkan abu
ketika di timur antar kami sendiri saling gencar mencabut urat-urat yang
menyusun rangka kami
ketika di barat pemerintah dan wakil kami berkelahi saling jambak
memperebutkan rambut cita-cita kami yang telah brodol
menyisakan botak asa mengikuti pertikaian
anak negeri yang selalu mengikuti kata hati sendiri
untuk membenarkan diri
hingga dari selatan
kau ingatkan kami atas
tindak dan hati terkutuk kami
untuk menengok sesuatu yang mesti
kami
utamakan
kuasamu, sungguh lebih
dahsyat.
Yonathan Rahardjo/ Jakarta, Juni 2006
Buletin BINA DESA April-Juni 2006
No comments:
Post a Comment