Rumpun berbicara kita tlah menjadi
semacam upacara mendarah dan menduri
dalam kepungan asap saudara-saudara
di rerimbun perhelatan yang tak juga merindu
bunga kita mengharum
bagi hidung-hidung bersumberkan tetes air sejuk itu
masih saja bunga kita adalah teka-teki yang menjamur
tak lagi enak untuk dikonsumsi
karna kita pun tak lagi menjadi tenaga
yang membantu mereka
kala dirobohkan tegak kakinya
kalau hujan petir mengabukan
tubuh sengsara
kita masih saja berkata-kata
tanpa pasti menurunkan tangan
yang masih berpelukan
di ranjang per-empu-an
seolah kitalah empu,
boleh berkata
tanpa cinta
boleh bercinta
tanpa tindakan.
sudah tumbang pohon itu
sudah banjir tanah ini.
sudah meledak tabung raksasa itu.
sudah menjadi birokrat, anak kampung kita.
kakinya enggan menjejak sawah bapaknya,
yang disekelilingnya, kita bakar
kemenyan,
mur,
dan bertabur
emas palsu.
Yonathan Rahardjo/ Planet Bumi, 2006
Buletin Kabar untuk Sahabat (KauS) 08/I/2006
No comments:
Post a Comment