kebat
sabet
angkat swara
gaungkan
di sekujur ruang
rontokkan nyawa yang tak klihatan
dengan mulut menganga
suara menari-nari di antara
kau dan aku di ruang yang sama
sampai tumbuh pohon raksasa yang telah
kita
kerdil
kan
dengan kata-kata yang tidak punya kuasa.
meski tiap hari kita ucap
meski tiap detik kita gelegakkan
pada telinga penduduk
yang tak punya telinga hati.
hanya karna,
swara-swara kita tak membuahkan
sebuah periuk yang senantiasa
menyumber
nasi
hangat.
Yonathan Rahardjo/ Bumi, 7 tahun kemudian (2006)
Buletin Kabar untuk Sahabat (KauS) No. 08/I/2006
No comments:
Post a Comment