13 June 2007

JakartaKota – Bogor

Kemarin ia naik kereta listrik seperti biasa..

dari Jakarta ke Bogor

Ditinggalkannya rumahnya di bawah stasiun Gondangdia

dengan merangkak

karena ia tak lagi punya kaki..

Putus terlindas saat menyeberang rel kereta perkasa

saat ia mau memungut gelas plastik aqua,

Dan dimasukkannya ke dalam karung goni di punggungnya..

Untuk dijual sekilonya dua ribu lima ratus lima puluh perak



Tadi ia naik kereta listrik

dari Jakarta ke Bogor..

Tangannya menggapai tangga tempat penumpang dari segala otot dan keringat

menginjak-injak dan menetesi lantai besi tempatnya merangkak,

tangannya yang hitam jarang disabun tetap bertahan mencengkeram

gelas plastik yang telah peyok..

agar tetap bisa dipakainya menengadah

pada tante berlipstik merah menyala berambut keriting berbando kuning..

pada gadis berkaos ketat 'you can see my centre'

pada si kacamata Ketua PRD yang terpaksa nyaman menekuk punggung kayak ayam tetelo

mendengkur membebaskan diri dari desak dempetan penumpang

yang mengklaim kereta adalah Mercedes benz-nya yang

SSSSSSSSSS



Sangat Sempit Sekali Sampai-Sampai Santai Sekaki Saja Sulit Sekali



Baru saja..

Ia, si perjaka kumis jarang buntung kaki memeringiskan gigi kuning bercak coklatnya..

Sambil berteriak serak dinyaring-nyaringkan..

SEMOGA BAPAK DAN IBU SEMUA SELAMAT SAMPAI TUJUAN!

Dan..Krincing! Di gelas plastik aquanya sudah ada satu keping 'cepekan', uang seratusan, setiap dua puluh penumpang..



Sedetik lalu.. baru ia menyadari..

Ia tak pernah menghitung.. berapa kali ia bisa sampai Bogor setiap hari,

Padahal rumahnya di Gondangdia, kekasihnya Cikini

baru terlintas di benaknya pertanyaan..

berapa kali ia pergi pulang Bogor-Kota dengan plastik aqua

di jemari tangannya yang kian kusut disapu panas Jakarta,

panas kereta,

panas keringat,

dan kentut penumpang



Yang selalu dihitung hanya..

Yang bisa didengarnya..

Krincing!

Agar ia bisa kembali lagi ke Gondangdia..

Di lorong, di bawah jalur kereta rel listrik,

JakartaKota-Bogor

Setelah membeli lontong berbalut daun pisang

Di stasiun tempanya mengampil nafas…… panjang.



Yonathan Rahardjo/ Jakarta, 16 Juni 2000

Kabar Bumi Edisi 22/Mei-Juli 2001

No comments: